Muhammad Nafis al-Banjari
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Syekh Muhammad Nafis al-Banjari (lahir di Martapura, Kesultanan Banjar, 1735 - meninggal di Kelua, 1812[1]) adalah salah seorang Ulama Banjar yang cukup dikenal sebagai tokoh sufi yang tegas dalam melawan segala bentuk penindasan.
Di samping dikenal sebagai ulama yang ahli di bidang fikih, juga ahli
dalam bidang tasawuf. Ia telah menulis sebuah kitab yang berisi tentang
ajaran-ajaran tasawuf dengan judul Ad-Durrun Nafis. Kitab ini banyak
didiskusikan dan diperdebatkan, karena materi-materinya yang dianggap
kontroversi oleh para ulama fiqih.[2]
Daftar isi |
Riwayat
Nama lengkap dari ulama ini adalah Muhammad Nafis bin Idris bin
Husein. Ia lahir sekitar tahun 1148 Hijriah atau bertepatan dengan tahun
1735
Masehi, di Martapura, sekarang ibu kota Kabupaten Banjar, Kalimantan
Selatan. Ia berasal dari keluarga bangsawan Banjar yang garis silsilah
dan keturunannya bersambung hingga Sultan Suriansyah (1527-1545 M). Sultan Suriansyah merupakan Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam, yang dahulu bergelar Pangeran Samudera.
Sejak kecil, Syekh Muhammad Nafis memang sudah menunjukkan bakat dan
kecerdasan yang tinggi dibanding dengan teman-teman sebayanya. Bakat dan
kecerdasan yang dimilikinya ini membuat Sultan Banjar tertarik.
Sehingga, pada akhirnya Muhammad Nafis pun dikirim ke Makkah untuk
belajar dan mendalami ilmu-ilmu agama. Salah satu dari ilmu agama yang
digelutinya, bahkan menjadikan ia populer adalah bidang
tasawuf.Sebagaimana halnya ulama Jawi (Indonesia) abad ke-17 dan ke-18
yang belajar di Makkah, Syekh Muhammad Nafis juga belajar pada para
ulama terkenal, baik yang menetap maupun yang sewaktu-waktu berziarah
dan mengajar di Haramain (Makkah dan Madinah) dalam berbagai cabang ilmu keislaman, seperti tafsir, fikih, hadits, ushuluddin (teologi), dan tasawuf.
Di antara gurunya dalam bidang ilmu tasawuf di Makkah adalah Abdullah
bin Hijazi asy-Syarqawi al-Azhari (1150-1227 H/1737-1812 M), ulama
tasawuf yang kemudian menduduki jabatan Syekh al-Islam dan Syekh
al-Azhar sejak 1207 H/1794 M.Dalam mempelajari tasawuf, Syekh Muhammad
Nafis berhasil mencapai gelar 'Syekh al-Mursyid', gelar yang menunjukkan
bahwa ia diperkenankan mengajar ilmu tasawuf dan tarekatnya kepada
orang lain. Setelah itu, ia pulang ke kampung halamannya, Martapura, pada 1210 H/1795 M.
Karya tulis
Karena seringnya melakukan dakwah ke pedalaman, ia hanya sempat
mengarang sedikit kitab. Sampai sekarang yang terlacak hanya dua buah
kitab saja yaitu:
- Kanzus Sa’adah, Yaitu kitab yang berisi tentang istilah-istilah ilmu tasawuf. Kitab ini belum pernah dicetak masih berupa manuskrip.
- Ad-Durrun Nafis, Yaitu kitab yang berisi tentang pengesaan perbuatan, nama, sifat dan zat Tuhan.
Wafat
Muhammad Nafis hidup pada periode yang sama dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Dan diperkirakan wafat sekitar tahun 1812 M. dan dimakamkan di Mahar Kuning, Desa Binturu, sekarang menjadi bagian desa dari Kecamatan Kelua, Kabupaten Tabalong. Dan sekarang makam tersebut menjadi salah satu objek wisata relijius di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
Catatan kaki
- ^ Sebenarnya tidak ada keterangan tahun wafat yang pasti dari Muhammad Nafis al-Banjari. Namun, berdasarkan riwayat hidupnya, Muhammad Nafis hidup pada periode yang sama dengan Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dan diperkirakan wafat sekitar tahun 1812 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar