Permainan Daerah Banjar
Isutan Jarat
Posted by Anak Sultan pada Maret 29, 2007
Isutan Jarat adalah nama permainan tradisional yang berkembang di daerah Kalimantan Selatan. Asal katanya dari isutan dan jarat,
kata isutan ini mungkin dari peralihan kata ‘usutan’ yang berarti
‘mencari’. Sedangkan ‘jarat’ adalah istilah orang Banjar untuk tali yang
ujungnya bersimpul untuk menjebak atau mengikat (seperti tali lasso di
Amerika). Jadi isutan jarat maksudnya mencari tali yang bajarat
(memiliki jerat). Pada permainan ini tiap pemain berusaha mencari jarat
pemain lainnya yang disembunyikan di dalam pasir dengan cara menusukkan
bilah lidi/kayu/bambu. Permainan ini sebenarnya menebak letak jarat
yang ada di dalam pasir.
Lokasi permainan ini biasanya di pinggir sungai saat air surut atau di halaman rumah yang banyak pasirnya. Permainan isutan jarat tidak ada kaitan dengan jenis upacara atau peristiwa tertentu. Waktu permainan bebas bisa dimainkan kapan saja kalau di kampung anak-anak akan memainkannya saat sore menjelang mandi di sungai.
Jumlah pemain isutan jarat minimal dua orang dan sebanyak-banyaknya empat orang. Dua orang diperlukan karena akan ada posisi pasang (yang menyembunyikan jarat) dan posisi naik (yang mencari lubang jarat). Empat orang sudah dirasa cukup karena akan terlalu ramai yang bisa menimbulkan kebingungan.
Peralatan bermain berdasarkan permainan aslinya, yaitu tali dari serat pohon pisang dan bilah kayu dari bambu atau jenis kayu lainnya. Pohon pisang yang kering biasanya terlihat seratnya, bagian inilah yang diambil oleh anak-anak untuk membuat tali jarat. Sedangkan bilahnya terbuat dari kayu atau bambu yang diraut agak runcing dengan panjang tidak lebih dari lengan.
Tahapan permainan :
2. Tahap mencari jarat
Dalam permainan ini tidak ada konsekuensi kalah atau menang hanya
memberikan kepuasan dan kebanggaan bagi anak yang berhasil mencari jarat
atau anak yang jaratnya tidak berhasil ditemui lawan. Pengaruh dari
permainan ini adalah memberikan sifat sportifitas bagi anak-anak, ini
bisa dilihat dari kejujuran saat menyembunyikan jarat dimana anak yang
lain sepakat untuk tidak saling intip serta kejujuran untuk memasang
lubang jarat yang sama lebar dengan pemain lainnya.
Kada Ulun Biarakan Budaya Banjar Hilang di Dunia !
Lokasi permainan ini biasanya di pinggir sungai saat air surut atau di halaman rumah yang banyak pasirnya. Permainan isutan jarat tidak ada kaitan dengan jenis upacara atau peristiwa tertentu. Waktu permainan bebas bisa dimainkan kapan saja kalau di kampung anak-anak akan memainkannya saat sore menjelang mandi di sungai.
Jumlah pemain isutan jarat minimal dua orang dan sebanyak-banyaknya empat orang. Dua orang diperlukan karena akan ada posisi pasang (yang menyembunyikan jarat) dan posisi naik (yang mencari lubang jarat). Empat orang sudah dirasa cukup karena akan terlalu ramai yang bisa menimbulkan kebingungan.
Peralatan bermain berdasarkan permainan aslinya, yaitu tali dari serat pohon pisang dan bilah kayu dari bambu atau jenis kayu lainnya. Pohon pisang yang kering biasanya terlihat seratnya, bagian inilah yang diambil oleh anak-anak untuk membuat tali jarat. Sedangkan bilahnya terbuat dari kayu atau bambu yang diraut agak runcing dengan panjang tidak lebih dari lengan.
Tahapan permainan :
- Tahap menyembunyikan jarat
- misalnya jumlah pemain ada 4 orang.
- keempat anak ini berpencar ke daerah pasir masing-masing untuk menyembunyikan jaratnya
- teknik menyembunyikan jarat ini menentukan kelihaian tiap anak dalam bermain usut jarat, ada yang menyembunyikan jarat dengan ujungnya berkelok-kelok sehingga lawan sulit menebak letak jarat sebenarnya.
- jarat yang ingin disembunyikan ditimbun perlahan-lahan dengan pasir agak tebal supaya tidak kelihatan.
- ujung tali yang tidak memiliki jarat disisakan diluar untuk menariknya nanti.

- ditentukan dulu timbunan pasir siapa yang akan dicari duluan.
- setelah itu masing-masing anak menusukkan bilahnya ke dalam timbunan pasir untuk menebak letak jarat.
- apabila semua anak yang giliran mencari sudah menusukkan bilahnya maka yang mempunyai jarak menariknya sehingga akan ketahuan siapa yang berhasil menebak jarat
- pemain yang berhasil bilahnya akan tersangkut di dalam jarat.
- begitu seterusnya tiap pemain bergiliran menebak jarat lawan

Kada Ulun Biarakan Budaya Banjar Hilang di Dunia !
Ditulis dalam Permainan Tradisional | 4 Komentar »
Batewah
Posted by Anak Sultan pada Maret 8, 2007
Batewah merupakan istilah yang sering dipakai anak-anak di
daerah Marabahan dan Banjarmasin. Entah mengapa anak-anak menamai
permainan ini dengan nama Batewah. Menurut perkiraan, nama batewah ini
diambil dari kata ‘Tiwah’. Tiwah adalah upacara yang dilakukan oleh
penganut agama Kaharingan di pedalaman Kalimantan. Upacara Tiwah ini
untuk mengantarkan arwah kerabat yang sudah meninggal ke surga.
Perkiraan kata tewah berasal dari tiwah didasari pada adanya kesamaan
bentuk permainan ini dengan salah satu bagian upacara. Pada upacara
Tiwah, keluarga yang melaksanakan upacara membeli seekor kerbau besar
atau sapi untuk dijadikan kurban. Selama upacara berlangsung, kurban
tadi diikat pada tongkat kayu dan seluruh keluarga yang ikut
mengelilinginya. Masing-masing anggota keluarga memegang tombak,
kemudian melemparkannya ke kurban terus menerus sampai kurban tidak
berdaya lagi. Setelah itu baru disembelih untuk dimakan bersama.
Dalam permainan Batewah, sasaran yang dituju bukanlah binatang kurban, tetapi kayu yang disusun menyerupai susunan untuk api unggun. Seperti halnya upacara Tiwah, susunan kayu itu pun dilempari untuk menjatuhkannya. Meskipun ada kemiripan dalam kegiatannya permainan ini tidak mengandung hubungan dan tidak memiliki unsur religi atau magis.
Dalam bermain tewah minimal ada 3 orang pemain, 1 pemain jaga/pasang dan 2 pemain sebagai penewah yang naik/bersembunyi. Sebanyak-banyaknya pemain dalam satu permainan tewah biasa ada 8 orang. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan.
Peralatan dalam Batewah ini sederhana dan mudah didapat. Sebelum bermain disiapkan beberapa buah kayu sepanjang kurang lebih 30 cm dengan lebar 3 cm. Kemudian disusun sedemikian rupa sebagai sasaran untuk ditewah. Disiapkan juga potongan kayu lain sebagai undas/alat pelempar kayu yang disusun tadi dengan jarak minimal 4 meter.

Setelah lapangan permainan disiapkan maka pemain yang melempar berusaha untuk mengenai tumpukan kayu tadi, apabila kena maka pemain yang jaga menyusun kembali kayu sambil pemain yang lain bersembunyi. Pemain yang jaga setelah selesai menyusun kembali akan mencari pemain lainnya yang bersembunyi. Pemain yang pertama kali ditemukan biasanya akan menjadi giliran jaga berikutnya. Dalam permainan ini tidak diperlukan kalah dan menang, permainan akan berakhir bila pemainnya sudah merasa kelelahan.

Kada Ulun Biarakan Budaya Banjar Hilang di Dunia !
Dalam permainan Batewah, sasaran yang dituju bukanlah binatang kurban, tetapi kayu yang disusun menyerupai susunan untuk api unggun. Seperti halnya upacara Tiwah, susunan kayu itu pun dilempari untuk menjatuhkannya. Meskipun ada kemiripan dalam kegiatannya permainan ini tidak mengandung hubungan dan tidak memiliki unsur religi atau magis.
Dalam bermain tewah minimal ada 3 orang pemain, 1 pemain jaga/pasang dan 2 pemain sebagai penewah yang naik/bersembunyi. Sebanyak-banyaknya pemain dalam satu permainan tewah biasa ada 8 orang. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan.
Peralatan dalam Batewah ini sederhana dan mudah didapat. Sebelum bermain disiapkan beberapa buah kayu sepanjang kurang lebih 30 cm dengan lebar 3 cm. Kemudian disusun sedemikian rupa sebagai sasaran untuk ditewah. Disiapkan juga potongan kayu lain sebagai undas/alat pelempar kayu yang disusun tadi dengan jarak minimal 4 meter.

Setelah lapangan permainan disiapkan maka pemain yang melempar berusaha untuk mengenai tumpukan kayu tadi, apabila kena maka pemain yang jaga menyusun kembali kayu sambil pemain yang lain bersembunyi. Pemain yang jaga setelah selesai menyusun kembali akan mencari pemain lainnya yang bersembunyi. Pemain yang pertama kali ditemukan biasanya akan menjadi giliran jaga berikutnya. Dalam permainan ini tidak diperlukan kalah dan menang, permainan akan berakhir bila pemainnya sudah merasa kelelahan.

Kada Ulun Biarakan Budaya Banjar Hilang di Dunia !
Ditulis dalam Permainan Tradisional | 4 Komentar »
Balogo
Posted by Anak Sultan pada Februari 25, 2007
Balogo
merupakan salah satu nama jenis permainan tradisional suku Banjar di
Kalimantan Selatan. Permainan ini dilakukan oleh anak-anak sampai dengan
remaja dan umumnya hanya dimainkan kaum pria.
Nama permainan balogo diambil dari kata logo, yaitu bermain dengan menggunakan alat logo. Logo terbuat dari bahan tempurung kelapa dengan ukuran garis tengah sekitar 5-7 cm dan tebal antara 1-2 cm dan kebanyakan dibuat berlapis dua yang direkatkan dengan bahan aspal atau dempul supaya berat dan kuat. Bentuk alat logo ini bermacam-macam, ada yang berbentuk bidawang (bulus), biuku (penyu), segitiga, bentuk layang-layang, daun dan bundar.
Dalam permainnannya harus dibantu dengan sebuah alat yang disebut panapak atau kadang-kadang beberapa daerah ada yang menyebutnya dengan campa
,yakni stik atau alat pemukul yang panjangnya sekitar 40 cm dengan
lebar 2 cm. Fungsi panapak atau campa ini adalah untuk mendorong logo
agar bisa meluncur dan merobohkan logo pihak lawan yang dipasang saat
bermain.
Permainan
balogo ini bisa dilakukan satu lawan satu atau secara beregu. Jika
dimainkan secara beregu, maka jumlah pemain yang “naik” (yang melakukan
permainan) harus sama dengan jumlah pemain yang “pasang”
(pemain yang
logonya dipasang untuk dirobohkan) Jumlah pemain beregu minimal 2 orang
dan maksimal 5 orang. Dengan demikian jumlah logo yang dimainkan
sebanyak jumlah pemain yang disepakati dalam permainan.
Cara memasang logo ini adalah didirikan berderet ke belakang pada garis-garis melintang. Karenanya inti dari permainan balogo ini adalah keterampilan
memainkanlogo agar bisa merobohkan logo lawan yang dipasang. Regu yang
paling banyak dapat merobohkan logo lawan, mereka itulah pemenangnya.


Sebagai akhir permainan,
pihak yang menang disebut dengan “janggut” dan boleh mengelus-elus
bagian dagu atau jenggot pihak lawan yang kalah sambil mengucapkan
teriakan “janggut-janggut” secara berulang-ulang yang tentunya membuat
pihak yang kalah malu, tetapi bisa menerimanya sebagai sebuah kekalahan.
Mamang dalam permainan balogo :
“santuk kilan bela (muka) patah cempa sekali lagi “
Permainan balogo ini masih populer dimainkan di masyarakat Banjar
hingga tahun 80-an. Sampai akhirnya dikalahkan oleh permainan elektronik
modern.
Kada ulun biarakan budaya Banjar hilang di dunia
Bahan ajar untuk bidang studi muatan lokal
BalasHapus