Kamis, 06 Desember 2012

Skripsi PTK


UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN  SISWA KELAS IV UNTUK MELAKUKAN PENJUMLAHAN BILANGAN PECAHAN SOAL CERITA
MELALUI  MODEL  PEMECAHAN  MASALAH
  DI SD ISLAM AL-MADANIYAH JARO




SKRIPSI




OLEH
S Y A H R A N I
NIM A1H111584







UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM SARJANA (S1) KEPENDIDIKAN BAGI GURU DALAM JABATAN
PENGAKUAN PENGALAMAN KERJA DAN HASIL BELAJAR (PPKHB)
BANJARMASIN
OKTOBER 2012












UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN  SISWA KELAS IV UNTUK MELAKUKAN PENJUMLAHAN BILANGAN PECAHAN SOAL CERITA
MELALUI  MODEL  PEMECAHAN  MASALAH
  DI SD ISLAM AL-MADANIYAH JARO




SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Lambung Mangkurat
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1)
Kependidikan Bagi Guru dalam Jabatan
Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar
(PPKHB)








Oleh
Syahrani
NIM A1H111584







UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM SARJANA (S1) KEPENDIDIKAN BAGI GURU DALAM JABATAN
PENGAKUAN PENGALAMAN KERJA DAN HASIL BELAJAR (PPKHB)
BANJARMASIN
OKTOBER 2012



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang tidak ternilai harganya. Pendidikan juga memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu upaya peningkatan mutu pendidikan perlu dilakukan secara menyeluruh dari jenjang pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi yang diberikan oleh tenaga pendidik. (Sumadi, 2009:1)
Pendidikan dasar atau yang biasa kita sebut SD adalah pendidikan umum yang merupakan suatu proses pengembangan kemampuan yang paling mendasar untuk siswa, dimana siswa belajar secara aktif karena adanya dorongan dalam diri dan adanya suasana yang memberikan kemudahan bagi perkembangan dirinya secara optimal. Di SD siswa diajarkan beberapa mata pelajaran, salah satunya adalah Matematika. (Sisdiknas, 2003:25)
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran utama yang ada di Sekolah Dasar, karena Matematika merupakan mata pelajaran yang diujikan secara Nasional dan sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran Matematika ini sudah diberikan sejak dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Dalam pembelajaran Matematika di sekolah,  banyak guru yang mengeluhkan lemahnya kemampuan siswa dalam  memahami dan menerapkan konsep matematika. Ini sesuai dengan pernyataan Wardhani,(2004:2) yang menyatakan bahwa sebagian anak SD menganggap Matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dibandingkan dengan mata pelajaran lain terutama dalam memahami konsep Matematika.
Belajar matematika memerlukan keterampilan dari seorang guru agar siswa mudah memahami materi yang diberikan. Guru di Sekolah Dasar merupakan ujung tombak yang dapat menentukan kemampuan siswa dalam mempelajari Matematika. Jika guru kurang menguasai strategi mengajar, siswa akan sulit menerima materi pelajaran dengan sempurna. Maka guru dituntut untuk selalu mengadakan inovasi dan berkreasi dalam melaksanakan pembelajaran  sehingga kemampuan dan hasil belajar  yang  diperoleh  siswa  lebih memuaskan (Deby, 2010).
Kenyataan yang ada di SD Islam Al-Madaniyah Jaro adalah ketidakmampuan siswa kelas IV dalam memahami bentuk pecahan dan menyelesaikan soal pecahan, apalagi yang berbentuk soal cerita. Dari berbagai hasil penelitian yang diungkap oleh Rudnitsky, Etheredge, Freeman dan Gilbert ( Nurhadi, 2007:3) menjelaskan bahwa soal cerita dalam Matematika masih merupakan masalah sulit bagi siswa. Faktor kesulitan terletak pada struktur Matematika dan bahasa. Sedangkan menurut Hudoyo (Nurhadi, 2007:3) juga menyatakan bahwa soal yang berkaitan dengan bilangan tidak begitu menyulitkan siswa sekolah dasar, akan tetapi soal-soal yang menggunakan kalimat sangat menyulitkan siswa yang berkemampuan kurang.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang saya  lakukan  dengan Bapak Syahriadi, S.Pd yang pernah menjadi wali kelas IV pada tahun ajaran 2011/2012 menyatakan bahwa siswa kelas IV belum mampu mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu dengan nilai minimal 60 dan nilai maksimal 100. Karena ketidakmampuan siswa mencapai standar nilai 60, sehingga pada tahun ajaran 2012/2013 sekarang KKM untuk mata pelajaran matematika nilainya menjadi 54. Dengan kriteria ketuntasan ini, hanya sekitar 10 dari 25 orang siswa yang mampu mencapai nilai di atas 54. Dan pada tahun ajaran 2012/2013 ini saya sendiri yang menjadi wali kelas IV SD Islam Al-Madaniyah Jaro, sehingga hal ini sangat membantu saya dalam melakukan penelitian tindakan kelas.
Hasil lain yang diperoleh dari wawancara dengan guru tersebut adalah rendahnya hasil belajar matematika siswa kelas IV diperkirakan penyebabnya ada berbagai faktor diantaranya faktor orang tua,guru dan siswa. Faktor orang tua yaitu ketika diberikan PR kebanyakan siswa tidak mampu mengerjakannya karena orang tua siswa yang tidak mendukung. Faktor guru yaitu tidak menggunakan media yang konkret dan menarik, guru masih menerapkan pembelajaran yang bersifat konvensional yang pada tahap pelaksanaan pembelajarannya dimulai dari menjelaskan materi, memberi contoh dan dilanjutkan dengan latihan soal, sehingga pembelajaran cenderung didominasi oleh guru. Siswa kurang diberikan kesempatan untuk memikirkan dan menemukan konsep sendiri. Hal ini mengakibatkan konsep yang dipelajari siswa cenderung tidak bertahan lama atau mudah  hilang bahkan kadang-kadang siswa tidak mengerti atau tidak memahami konsep yang sedang dipelajari. Dominasi guru menyebabkan siswa menjadi pasif, karena siswa kurang dapat mengemukakan ide-ide dan  pendapat yang dimilikinya. Dan faktor  dari siswa yaitu kurangnya minat dari siswa untuk belajar serius, kebiasaan siswa yang kurang baik seperti selalu membuat keributan, berbicara dengan temannya dan susah diatur, siswa  juga masih enggan untuk bertanya kepada guru atau bertanya kepada temannya walaupun tidak bisa memecahkan masalah yang diberikan sehingga kurang terjadi komunikasi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru.  Dalam menyelesaikan soal-soal atau masalah matematika, siswa jarang diminta untuk mengungkapkan alasannya dan menjelaskan secara lisan atau tertulis mengapa mereka memperoleh jawaban tersebut sehingga terjadi kesalahan konsep pada siswa itu sendiri serta siswa kurang terbiasa menyimpulkan  materi yang telah dipelajari secara sistematis.
Tahap perkembangan anak usia SD umumnya berada pada tahap operasional konkret. Itu berarti pembelajaran Matematika di kelas hendaknya selalu konkret dan melibatkan pengalaman-pengalaman fisik anak, agar anak mendapat gambaran yang benar-benar nyata tentang konsep/materi yang mereka pelajari. (Depdiknas, 2004)
Bila permasalahan ini terus dibiarkan tanpa ada jalan keluarnya, maka akan berdampak buruk bagi siswa. Untuk mengatasi masalah di atas maka perlu suatu alternatif yaitu dengan cara menggunakan model pemecahan masalah. Karena apabila kita ingin anak didik kita mampu dan berhasil dalam belajar maka yang perlu diperhatikan adalah model atau bentuk pengajaran yang akan digunakan ketika mengajar. Model yang diterapkan dalam proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik jika materi yang akan diajarkan kepada siswa dirancang terlebih dahulu. Dan sebagai pendukung model maka digunakanlah media dalam pembelajaran dengan tidak lupa memperhatikan metode dan strategi yang digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Model pembelajaran pemecahan masalah menekankan pada terselesaikannya suatu masalah secara menalar. Proses ini berlangsung secara bertahap, mulai dari menerima stimulus dari lingkungan sampai pada memberi respon yang tepat terhadap masalah yang ada. Dalam pembelajaran Matematika, pembelajaran dengan pemecahan masalah berarti guru menyajikan materi pelajaran dengan mengarahkan siswa kepada pemanfaatan strategi pemecahan masalah dalam memahami materi pelajaran dan menyelesaikan soal-soalnya. Kebanyakan guru sekarang hanya menjelaskan langkah-langkah menyelesaikan masalah tanpa siswa tahu bentuk konkret dari masalah tersebut. Sehingga siswa mengalami kesulitan jika diberikan soal Matematika berupa soal cerita. Melalui model pemecahan masalah ini akan dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dan analitis. Oleh karena itu, hendaknya guru memberikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang dialami siswa.
Hasil penelitian Syahrawardi (2011:52) pada mata pelajaran Matematika materi Soal Cerita KPK dengan menggunakan model pemecahan masalah menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian yang berjudulUpaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas IV Untuk Melakukan  Penjumlahan Bilangan  Pecahan Soal Cerita Melalui  Model Pemecahan Masalah di SD Islam Al-Madaniyah Jaro “.

B.     Ruang Lingkup Penelitian
1.      Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IV SD Islam Al-Madaniyah Jaro Kabupaten Tabalong pada konsep penjumlahan bilangan pecahan berpenyebut tidak sama dalam bentuk soal biasa dan soal cerita (siklus I dan II) semester I tahun pelajaran 2012/2013.
2.      Aspek yang diamati adalah peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan penjumlahan bilangan pecahan.
3.      Model yang digunakan adalah Model Pemecahan Masalah.

C.    Rumusan Masalah
1.      Apakah terjadi peningkatan aktivitas guru melalui model pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan bilangan pecahan soal cerita pada siswa kelas IV SD Islam Al-Madaniyah Jaro?
2.      Apakah terjadi peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan bilangan pecahan soal cerita dengan menggunakan model pemecahan masalah di kelas IV  SD Islam Al-Madaniyah Jaro?
3.      Apakah penerapan model pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi penjumlahan bilangan pecahan soal cerita pada siswa kelas IV SD Islam Al-Madaniyah Jaro?

D.    Tujuan Penelitian
1.      Mengetahui peningkatan aktivitas guru melalui model pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan bilangan pecahan soal cerita pada siswa kelas IV SD Islam Al-Madaniyah Jaro.
2.      Mengetahui peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan bilangan pecahan soal cerita dengan menggunakan model pemecahan masalah di kelas IV SD Islam Al-Madaniyah Jaro.
3.      Mengetahui penerapan model pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi penjumlahan bilangan pecahan soal cerita pada siswa kelas IV SD Islam Al-Madaniyah Jaro.
                      



E.     Manfaat Hasil Penelitian
1.      Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjang terhadap perkembangan teori dan konsep belajar umumnya serta teori dan konsep belajar Matematika khususnya.
2.  Praktis
a.       Siswa SD Islam
Agar siswa mampu menyelesaikan masalah Matematika berupa soal cerita materi penjumlahan bilangan pecahan . dengan ini siswa menjadi terbiasa berpikir kritis, analitis, sistematis dan logis.
b.      Guru SD Islam
Akan menjadi termotivasi untuk selalu dapat melakukan perubahan dalam proses pembelajaran dan sebagai upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar.
c.       Sekolah Dasar Islam Al-Madaniyah
Sebagai masukan yang baik dalam rangka perbaikan pembelajaran di sekolah umumnya dan di kelas khususnya, serta dapat bertindak lebih jeli terhadap perkembangan pembelajaran bagi siswa.



d.      Dinas Pendidikan Kabupaten Tabalong
Sebagai bahan pembelajaran tentang problematika yang dihadapi sekolah dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, sehingga mampu untuk memberikan solusi yang baik dalam menghadapi hal tersebut.
e.       FKIP UNLAM
Sebagai bahan dan materi untuk arsip fakultas ataupun koleksi perpustakaan, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa yang lain.

F.     Defenisi Operasional
1.      Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan dan kekuatan.
2.      Bilangan Pecahan adalah sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan,yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai satuan, dan dinamakan penyebut.
3.      Pemecahan Masalah adalah salah satu model pembelajaran melalui proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.          Kemampuan Siswa
Kemampuan dalam  penelitian ini dimaksudkan sebagai tingkat kesanggupan siswa dalam memahami dan melakukan penjumlahan bilangan pecahan, khusunya pada soal cerita. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:707) kemampuan diartikan sebagai kesanggupan, kecakapan dan kekuatan.
Benyamin S. Bloom dalam Mohamad ali (1984:32) membagi tiga jenis bidang kemampuan, yaitu :
1.      Bidang kemampuan pengetahuan (domein kognitif)
2.      Bidang kemampuan sikap (domein afektif)
3.      Bidang kemampuan keterampilan (domein psikomotor)
Kemampuan kognitif dan psikomotor mempunyai hubungan yang saling menentukan dalam mencapai tujuan belajar. Domein kognitif mencakup tujuan yang berhubungan ingatan, pengetahuan dan kemampuan intelektual, sedangkan domein psikomotor mencakup tujuan dengan kemampuan gerak. Domein afektif mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan sikap, nilai dan perasaan.

B.           Pembelajaran Matematika
Pembelajaran Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan strategi pembelajaran matematika yang sesuai dengan (1) topik yang sedang dibicarakan,    (2) tingkat perkembangan intelektual peserta didik, (3) prinsip dan teori belajar,      (4) keterlibatan aktif peserta didik, (5) keterkaitan dengan kehidupan peserta didik sehari-hari, dan (6) pengembangan dan pemahaman penalaran matematis. (Muhsetyo, 2008:1.26)
Peraturan Mendiknas No. 24 tahun 2006, menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), sehingga secara bertahap peserta didik dibimbing untuk menguasai konsep matematika (Depdiknas, 2006).
Tujuan pelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.         Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2.         Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.         Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.         Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.         Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Arinil, 2011:online)
Mengajar matematika diperlukan teori yang digunakan untuk membuat keputusan dikelas dan sebagai dasar mengobservasi tingkah laku anak didik dalam belajar (Depdiknas, 2007: 4). Kemampuan untuk mengambil keputusan secara tepat dan cepat, dan kemampuan untuk mengobservasi tingkah laku siswa merupakan factor yang dapat mempengaruhi guru dalam menentukan pendekatan pembelajran matematika yang tepat, sehingga pembelajaran menjadi efektif, bermakna dan menyenangkan.
Pengembangan pembelajaran matematika dapat diterapkan berdasarkan beberapa teori belajar, yaitu:
1.      Teori Pembelajaran Piaget
Menurut Piaget, dalam belajar struktur kognitif yang dimiliki seseorang terjadi karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan struktur mental yang sudah dimiliki seseorang. Adapun akomodasi adalah proses menstruktur kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru. Karena anak seumur 6/7 – 12 tahun berada pada tahap operasi konkret maka yang perlu diperhatikan adalah pembelajaran yang didasarkan pada benda-benda konkret agar mempermudah anak didik dalam memahami konsep-konsep matematika. (Depdiknas, 2007:4)
2.      Teori Pembelajaran Bruner
Menurut Bruner, belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antra konsep-konsep dan struktur-struktur matematika. Dalam belajar, Bruner hamper selalu memulai dengan memusatkan manipulasi material. Anak didik harus menemukan keteraturan dengan cara pertama-tama memanipulasi material yang sudah dimiliki anak didik. Berarti anak didik dalam belajar harus terlibat aktif mentalnya yang dapat diperlihatkan dari keaktifan fisiknya. (Depdiknas, 2007:5)
3.      Teori Pembelajaran Brownell
Menurut Brownell, pada hakikatnya belajar merupakan suatu proses yang bermakna, dan belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan pengertia. Dalam pembelajaran matematika SD, Brownell mengemukakan teori makna (meaning theory). Menurut teori makna, matematika adalah suatu sistem dari konsep-konsep, prinsip-prinsip yang dapat dimengerti. Latihan-latihan dan tes bagi anak didik bukan untuk mengukur kemampuan mekanik dalam berhitung, tetapi untuk mengungkapkan kemampuan intelegensi anak dalam memahami bilangan dan menghadapi situasi aritmetika, baik dari segi matematika maupun praktis. (Depdiknas, 2007:12)
4.      Teori Pembelajaran Skemp
Menurut Skemp, anak belajar matematika melalui dua tahap, yaitu konkret dan abstrak. Pada tahap konkret, anak memanipulasi benda-benda konkret untuk dapat menghayati ide-ide abstrak. Pengalaman awal berinteraksi dengan benda konkret ini akan membentuk dasar bagi belajar selanjutnya yaitu pada tahap abstrak. Agar belajar menjadi berguna bagi seorang anak sifat-sifat umum dari pengalaman anak harus dipadukan untuk membentuk suatu struktur konseptual atau suatu skema. (Depdiknas, 2007:11)
5.      Teori Pembelajaran Dienes
Perkembangan konsep matematika menurut Dienes dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan belajarnya berjalan dari yang konkret ke simbolik. Tahap belajar adalah interaksi yang direncanakan antara satu segmen struktur pengetahuan dan belajar aktif yang dilakukan melalui media matematika yang didesain secara khusus. Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut manunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing serta menajamkan pengertian matematika pada anak didik. (Depdiknas, 2007:8)
6.      Teori Pembelajaran Skinner
Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Ganjaran merupakan proses yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon daan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Pada pembelajaran matematika baik penguatan positif maupun ganjaran sangat diperlukan anak didik. Keduanya merupakan motivasi positif dalam belajar matematika. (Depdiknas, 2007:13)

7.      Teori Pembelajaran Thorndike
Thorndike (1874-1949), mengemukakan beberapa hokum belajar yang dikenal dengan sebutan “Law of Effect”. Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Teori pembelajaran stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini menyatakan bahwa pada hakekatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. (Depdiknas, 2007:14)
Berdasarkan dari pembahasan teori-teori pembelajaran tersebut di atas, ternyata beberapa ahli mempunyai kesamaan pendapat, yaitu anak dalam belajar matematika akan dapat memahami jika dibantu dengan manipulasi objek-objek konkret. Untuk penerapannya di dalam pembelajaran, akan lebih baik jika setiap teori pembelajaran matematika itu tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan.

C.          Penjumlahan Bilangan Pecahan
1.      Pengertian
Bilangan Pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan,yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai satuan, dan dinamakan penyebut. (Heruman, 2008:43)
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan (Depdikbud, 1999) menyatakan bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang sulit untuk diajarkan. Kesulitan itu terlihat dari kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, dan sulitnya pengadaan media pembelajaran. Akibatnya, guru biasanya langsung mengajarkan pengenalan angka, seperti pada pecahan  , 1 disebut pembilang dan 2 disebut penyebut.
Mengajarkan penjumlahan bilangan pecahan pada siswa kelas IV masih dalam tahap pengenalan. Untuk itu dalam pembelajaran materi pecahan hendaknya siswa diberi contoh yang nyata atau bisa dengan mengaitkan langsung dengan kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya Dina mendapat 1   jeruk dari ibunya yang  baru pulang dari pasar. Kemudian  ayahnya  memberi  lagi   1 jeruk lagi. Berapa jeruk yang dimiliki Dina?
Seperti ada gambar di bawah ini :
GAMBAR 2.1
Penjumlahan Pecahan
igfd.jpgigfd.jpg
D.            
index.jpgindex.jpgindex.jpg
                             +                                      = 
              1                          1                                            3
Jeruk pemberian ibu + Jeruk pemberian ayah  =   Jeruk yang dimiliki Dina
Penjumlahan  pecahan di Sekolah Dasar meliputi penjumlahan bilangan pecahan yang berpenyebut sama dan berpenyebut tidak sama. Di kelas IV ini siswa tidak mampu  memahami penjumlahan pecahan yang berpenyebut tidak sama pada soal cerita. Jadi pada penelitian ini akan difokuskan  pada materi penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama dan bagaimana cara penyelesaiannya dalam bentuk soal cerita.
2.      Konsep Pecahan
Penjumlahan pecahan seperti ini dapat dilakukan bila penyebutnya disamakan terlebih dahulu melalui KPK atau mencari pecahan yang senilai dengan pecahan yang ingin dihitung. Pecahan yang dijumlahkan adalah bilangan pembilangnya sedangkan bilangan penyebutnya tidak dijumlahkan.
Contoh dalam bentuk biasa :
    +    =    +   =    =
Ket:
3        dan  2 = pembilang
5        dan  7 = penyebut
Melalui KPK maka penyebutnya menjadi 35. Kenapa begini, karena setelah melakukan pencarian pecahan yang senilai dengan   dan    hanya pecahan yang berpenyebut 35 yang sama dengan   dan    .

D.          Model Pemecahan Masalah
Secara umum model mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha pencapaian sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, model bisa diartikan sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar, Toeti Soekamto dan Winataputra (1995).
Yoice dan Weil (1972) dan Shower (1992), berpendapat bahwa istilah model mempunyai dua pengertian, yaitu: (1). Model mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran mencakup suatu pendekatan pengajaran yang lebih luas dan menyeluruh. Dalam hal ini suatu model pembelajaran dapat menggunakan sejumlah keterampilan, metodologis, dan prosedur. (2). Model pembelajaran dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting tentang bagaimana mengajar dikelas, tujuan apa yang ingin dicapai, urutan langkah-langkah mengajar, kesesuaian model dengan materi yang akan diajarkan, serta evaluasi terhadap siswa.
Oleh karena itu, dalam mengajarkan materi tertentu salah satu usaha yang harus dilakukan oleh seorang guru yakni harus mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi tersebut agar indikator pembelajaran dapat tercapai.
Belajar pemecahan masalah adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas.
Pemecahan masalah menjadi fokus penting dalam kurikulum Matematika sekolah mulai jenjang Sekolah Dasar sampai sekolah menengah. Penguasaan setiap standar kompetensi selalu dilengkapi dengan suatu kompetensi dasar pemecahan masalah yang berkaitan dengan standar kompetensi tersebut. Kemampuan memecahkan masalah adalah kemampuan kognitif tingkat tinggi. Keberhasilan proses pembelajaran menggunakan model pemecahan masalah sangat bergantung kepada guru dalam meramu strategi pembelajaran. Guru dituntut untuk mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dengan melatih siswa untuk menggunakan strategi-strategi pemecahan masalah.
Kesenjangan di atas dapat diatasi melalui pembelajaran pemecahan masalah yang sesuai dan patut dengan siswa sekolah dasar. Akan tetapi sering terlihat kenyataan di lapangan, guru cenderung hanya mengajarkan strategi pemecahan masalah yang kaku seperti menetapkan apa yang diketahui, ditanya dan membuat jawaban. Strategi ini secara teknis terlihat efektif tetapi justru disinilah letak berbagai kesulitan siswa muncul terutama untuk siswa kelas rendah. Guru hanya menuntut siswa untuk menyelesaikan soal dengan cara paper and pencil saja tanpa melatih strategi-strategi khusus serta tanpa menggunakan media yang layak digunakan oleh siswa dalam memecahkan masalah. (Dindin, 2000:online)
Jika hal ini terjadi, maka akan terjadi kesenjangan antara pemecahan masalah sebagai tahap berpikir tingkat tinggi dengan cara berpikir siswa yang masih berpikir secara konkrit sehingga muncullah kesulitan- kesulitan yang terjadi oleh siswa.
Pemecahan masalah adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya. Polya, Branford & Stern menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu keterampilan yang dapat diajarkan dan dipelajari. (Moursund, 2005: 30)
Pemecahan masalah harus dikembangkan untuk situasi yang lebih bersifat riil atau alamiah, dengan tema permasalahan yang diambil dari kejadian sehari-hari yang dekat dengan kehidu-pan siswa. Dengan cara ini diharapkan siswa lebih tertarik pada pelajaran. Selain itu, proses pemecahan masalah sebaiknya dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga memberi peluang untuk berdiskusi dan saling ber-tukar pendapat yang dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi.
 Menurut Ismail (2003, 33). Langkah-langkah dan peran guru- siswa dalam model pembelajaran berbasis pemecahan masalah yaitu: (1). Orientasi siswa kepada masalah. (2). Mengorganisasikan siswa untuk belajar. (3). Membimbing penyelidikan individual atau kelompok. (4). Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.          (5). Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Dalam memecahkan masalah atau soal ada empat proses langkah yang diberikan George Polya, yaitu : (1). Memahami masalah. (2). Menyusun suatu rencana atau strategi yang akan dilakukan. (3). Melaksanakan rencana atau strategi yang telah ditetapkan. (4). Mengevaluasi penyelesaian yang telah dilakukan. (Syahrawardi, 2011:10)
Sanjaya (2007: 220) mengemukakan beberapa keunggulan pembelajaran dengan model pemecahan masalah diantaranya:
1.       Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.
2.      Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3.      Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4.      Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5.      Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6.      Dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
7.      Bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku–buku saja.
8.      Dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
9.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
10.  Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
Gustaf (2010: 70) mengemukakan kelemahan model pemecahan masalah sebagai berikut :
1.      Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan model ini
2.      Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan model pembelajaran lain
Johson dan Rising mengemukakan beberapa alasan pemecahan masalah menjadi suatu kegiatan belajar yang paling signifikan dalam pelajaran matematika, yaitu: (1). Pemecahan masalah adalah suatu proses untuk belajar suatu konsep baru. (2). Pemecahan maslah adalah suatu cara yang paling tepat untuk mempratekkan keterampilan komputasional.(3). Melalui pemecahan masalah diperoleh pengetahuan baru.(4). Pemecahan masalah dapat merangsang rasa keingintahuan intelektual. (Syamsuddin, 2003: 224)
 Pemecahan masalah merupakan kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah, baik itu masalah perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Pembelajaran Matematika dengan pemecahan masalah berarti guru menyajikan materi pelajaran dengan mengarahkan siswa kepada pemanfaatan strategi pemecahan masalah dalam memahami materi pelajaran dan dalam menyelesaikan soal-soalnya. Materi pelajaran dipandang sebagai sekumpulan masalah yang harus dipahami dan diselesaikan.
Masalah Matematika di Sekolah Dasar sering disajikan dalam bentuk soal cerita, soal tidak rutin, teka-teki dan pola bilangan. Tetapi dalam buku-buku teks pembelajaran yang sering digunakan adalah soal cerita ditambah dengan ilustrasi gambar.
Seorang siswa mungkin mempunyai kemampuan yang bagus dalam penjumlahan, pengurangan dan perkalian. Tetapi mereka kurang mampu untuk memecahkan masalah seperti berikut ini : Dina membeli 1 biji semangka, dipotong menjadi   ,  untuk adiknya. Berapa sisa semangka Dina? Contoh kasus ini merupakan hal yang umum yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan keterlibatan penghitungan itu bukanlah hal yang sulit. Akan tetapi banyak siswa masih sulit memecahkan masalah ini. Kesulitan dari sebagian besar masalah Matematika tidak terletak pada perhitungan, tetapi lebih pada pengetahuan bagaimana memperjelas masalah sehingga masalah tersebut dapat dipecahkan.
           Menurut Hudoyo (2005: 29) ada beberapa jenis masalah dalam Matematika, yaitu :
1.      Masalah Translasi
Merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya perlu translasi dari bentuk verbal ke bentuk Matematika.
2.      Masalah Aplikasi
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan berbagai macam-macam keterampilan dan prosedur Matematika.
3.      Masalah Proses
Biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah.
4.      Masalah Teka-Teki
Seringkali digunakan untuk rekreasi dan kesenangan sebagai alat yang bermanfaat untuk tujuan afektif dalam pembelajaran Matematika.


E.           Tinjauan Materi Matenatika yang diteliti
1.      Standar Kompetensi                        :           Menggunakan pecahan dalam pemecahan
Masalah.
2.      Kompetensi Dasar                :           Menjumlahkan pecahan
3.      Indikator                              :           Melakukan operasi hitung penjumlahan
Pecahan berpenyebut tidak sama
4.      Materi Pembelajaran
a.       Materi Pokok                 :           Penjumlahan bilangan pecahan
b.      Sub-sub Materi               :       -   Menjumlahkan dua pecahan biasa
Berpenyebut tidak sama.
-       Menjumlahkan dua pecahan berpenyebut
     tidak sama dalam bentuk soal cerita.

F.           Kerangka Pemikiran
Sesuai dengan tingkat kematangan dan perkembangan psikologis anak, pembelajaran materi penjumlahan pecahan soal cerita akan sangat baik jika menerapkan model pemecahan masalah. Karena pada umumnya siswa sekolah dasar cepat bosan terhadap pelajaran dan menganggap pelajaran sulit. Pemberian masalah berupa soal cerita anak akan mampu berpikir kritis dan dapat saling bertukar pikiran dengan teman-teman kelompoknya. Model pemecahan masalah kepada siswa yaitu dengan memudahkan dan menyederhanakan kalimat dalam materi penjumlahan  pecahan dalam bentuk soal cerita yang ada di buku dengan kalimat sendiri dan berdasarkan kehidupan sehari-hari. Dengan ini siswa akan lebih tertarik dan cepat memahami materi yang diberikan.  
GAMBAR 2.2
Bagan Kerangka Pemikiran
          









Meningkatkan Kemampuan dan hasil belajar siswa dalam melakukan penjumlahan bilangan pecahan pada soal cerita


 


Hasil Belajar Rendah


 

Kemampuan siswa rendah


 












G.          Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah dan dan rujukan dari kajian pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : “ Jika diberikan model pemecahan masalah, dapat meningkatkan kemampuan dan  hasil belajar siswa dalam melakukan penjumlahan bilangan pecahan soal cerita di kelas IV SD Islam Al-Madaniyah Jaro ”.



BAB III
METODE PENELITIAN

A.          Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Islam Al-Madaniyah Jaro yang beralamat di Jalan H. Noor Aisi Desa Nalui Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan pada semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV yang berjumlah 27 orang, yang terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 9 siswi perempuan.
Berdasarkan hasil belajar siswa pada materi penjumlahan pecahan tahun pelajaran 2011/2012 yang mencapai KKM hanya 40% yaitu 10 dari 25 siswa. Padahal materi ini dianggap tuntas apabila KKM mencapai 95% dari seluruh siswa. Terlebih lagi materi ini dianggap penting karena erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa apalagi kelak jika sudah dewasa siswa dapat menerapkannya dalam lingkungan tempat tinggalnya.

B.           Variabel yang diteliti
Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut di atas, ada beberapa faktor yang diselidiki seperti berikut ini :
1.      Faktor guru, melihat kemampuan dan cara guru mengajar serta membimbing siswa di dalam kelas. Kemampuan sangat penting dimiliki oleh setiap guru dalam proses belajar mengajar. Semakin tinggi kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, maka semakin tinggi pula kemampuan dan keberhasilan belajar yang dicapai siswa. Seperti dijelaskan oleh Hasibuan, bahwa mengajar dalam kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi, guru sebagai pemegang kunci sangat menentukan keberhasilan belajar. Aktivitas guru memberikan pengajaran dan bimbingan kepada siswa dalam memecahkan masalah, mendorong siswa untuk bertanya, membimbing siswa membuat penyelesaian masalah pada LKS dan soal-soal latihan serta merangkum pelajaran (Daryanto, 2010: 200)
2.      Faktor siswa, melihat tingkat kemampuan siswa kelas IV SD Islam Al-Madaniyah Jaro terhadap pemahaman materi dan penyelesaian soal penjumlahan pecahan melalui model pemecahan masalah Aktivitas siswa, melihat  kegiatan siswa kelas IV SD Islam Al-Madaniyah Jaro selama pembelajaran berlangsung pada materi penjumlahan pecahan serta cara memecahkan masalah. Yang mencakup memperhatikan penjelasan guru, mengerjakan LKS dan soal-soal latihan, bertanya kepada guru atau siswa lain, berdiskusi bersama kelompok dalam memecahkan masalah, melaporkan hasil kerja kelompok dan menulis rangkuman pelajaran. Gie (1985) mengatakan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran.
3.      Faktor hasil belajar yang diperoleh dari kemampuan siswa mengerjakan soal-soal latihan pada setiap pertemuan dan LKS selama proses pembelajaran.



C.          Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom Action Research, yaitu satu action research yang dilakukan di kelas. Penelitian tindakan kelas ini menekankan kepada kegiatan dengan mengujicobakan suatu ide ke dalam praktek nyata dalam skala mikro. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu penelitian yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan (Wibawa, 2004: 3).
Arikunto (2010: 3) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan ini dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktik pembelajaran (Aqib, 2006: 19).
Berbagai pendapat di atas tentang pengertian penelitian tindakan kelas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil dan kemampuan belajar siswa meningkat serta untuk meningkatkan pendidikan dengan melakukan perubahan ke arah perbaikan terhadap hasil pendidikan dan pembelajaran.
Penelitian yang saya lakukan ini dalam 1 siklus dengan 2 kali pertemuan. Siklus 1 pertemuan 1 akan  mempelajari tentang penjumlahan pecahan biasa berpenyebut tidak sama . Siklus 1 pertemuan 2 akan mempelajari tentang penjumlahan pecahan soal cerita berpenyebut tidak sama dan Siklus I pertemuan 3 akan melakukan tes siklus. Diharapkan melalui 1 siklus dengan 3 kali pertemuan ini siswa kelas IV SD Islam Al-Madaniyah Jaro mampu menyelesaikan soal-soal materi penjumlahan pecahan soal biasa dan khusunya pada soal cerita secara benar sehingga terjadi peningkatan pada hasil belajar. Kalau 1 siklus belum berhasil, maka akan dilaksanakan  kembali untuk melakukan siklus II untuk 1.
Menurut Arikunto (2010: 16) pelaksanaan penelitian tindakan dilakukan melalui empat tahap, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan (3) pengamatan (4) refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut :
GAMBAR 3.1
Alur Penelitian Tindakan Kelas


 











Tahap 1: Perencanaan
Tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Tahap menyusun rancangan ini peneliti menentukan titik atau fokus peristiwa yang perlu mendapat perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrument pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung.
Tahap 2: Pelaksanaan
Pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan di kelas.
Tahap 3: Pengamatan
Kegiatan yang dilakukan oleh pengamat terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung yang dilaksanakan oleh guru.
Tahap 4: Refleksi
Kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Kegiatan ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan observer untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan.






D.          Prosedur Penelitian
1.      Persiapan Penelitian
a.       Rancangan Pelaksanaan Penelitian untuk siklus I
TABEL 3.1
Rancangan Pelaksanaan Penelitian
Siklus
Pertemuan
Alokasi waktu
Materi
1
1
3 x 35 menit
Operasi Penjumlahan  Biasa pada Pecahan Berpenyebut tidak sama
2
3 x 35 menit
Operasi Penjumlahan  Soal Cerita pada Pecahan Berpenyebut tidak sama
3
2 x 35 menit
Tes Siklus

b.      Menentukan Observer
Kepala sekolah menyarankan kepada saya agar menunjuk Bapak Syahriadi, S.Pd sebagai observer dalam pelaksanaan penelitian ini, karena beliau sudah berpengalaman dalam pembelajaran Matematika dan juga dalam hal pelaksanaan PTK.
2.      Pelaksanaan Penelitian
Siklus I
Prosedur penelitian tindakan kelas ini  akan dilaksanakan sebanyak dua siklus, yang terdiri dari tiga kali pertemuan. Dimana dua kali pertemuan dialokasikan untuk proses pembelajaran yang diakhiri dengan penilaian, sedangkan pertemuan ketiga diadakan tes siklus.
Rencana pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada siklus pertama adalah sebagai berikut:
a.          Rencana Tindakan
1)      Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa pada proses pembelajaran
2)      Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
3)      Membuat LKS dan soal-soal latihan individu
4)      Membuat media manipulatif dari karton dan menyediakan benda-benda nyata seperti kue, apel dan lain-lain sebagainya yang dapat membantu proses pembelajaran
5)      Mengajarkan konsep penjumlahan  pecahan dengan jelas
6)      Menerapkan model pemecahan masalah dalam pembelajaran dengan cara memberikan LKS berupa masalah
7)      Membagi siswa ke dalam kelompok kecil 3-4 orang
8)      Mengadakan pembagian tugas antara peneliti sekaligus sebagai pengamat (observer) dan pengajar
b.         Pelaksanaan Tindakan
Tahap ini merupakan implementasi dari semua rencana yang telah dibuat. Tahapan ini berlangsung di dalam kelas. Tahapan ini adalah realisasi dari segala rencana yang telah dipersiapkan sebelumnya, meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar kerja siswa, serta instrumen lainnya yang telah disiapkan.
c.          Pengamatan atau Observasi
Pada tahap ini dilakukan observasi sebagai upaya merekam beberapa peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Hal ini dilakukan dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Observasi dilakukan oleh Bapak Syahriadi, S.Pd sebagai observer  dengan cara mengisi lembar observasi aktivitas siswa dan membuat catatan terhadap kegiatan guru yang masih kurang atau yang tidak sesuai. 
d.         Refleksi
Tahap ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat pada saat dilakukan pengamatan. Refleksi juga merupakan upaya untuk mengkaji apa yang telah dihasilkan atau yang belum berhasil dituntaskan dengan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil observasi dari observer dan hasil evaluasi di akhir siklus maka akan dijadikan pertimbangan memasuki siklus berikutnya.
Siklus II
Pelaksanaan siklus II dilaksanakan setelah mempelajari hasil refleksi pada siklus I. Tahap-tahap pelaksanaan siklus II sama dengan siklus I



E.           Data dan Sumber Data
1.         Data
a.       Hasil penilaian proses belajar peserta didik
b.      Lembar kegiatan peserta didik
c.       Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran
d.      Lembar ulangan harian peserta didik dan Raport
2.         Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer yaitu diambil dari hasil setiap penilaian berupa LKS dan latihan yang dikerjakan siswa setelah tindakan diaplikasikan pada setiap pertemuan.

F.           Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Tes
Tes dilakukan dengan cara memberikan tes kemampuan kepada siswa yaitu berupa latihan sebagai evaluasi di setiap akhir pertemuan dan tes siklus pada akhir siklus.
2.      Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh data mengenai aktivitas siswa dan kegiatan guru dalam proses pembelajaran menggunakan model pemecahan masalah dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
3.      Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa nilai ulangan harian, tugas dan pekerjaan rumah siswa dan nilai rapor mata pelajaran matematika siswa pada waktu masih kelas III. Agar di kelas IV ini peneliti dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki setiap siswa.

G.             Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Kualitatif. Pada perhitungan persentase hasil belajar digunakan rumus persentase dari Sudijono (2008) yaitu:
Keterangan:
P = angka persentase
f = frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = banyaknya individu (jumlah frekuensi)
Untuk memberikan penilaian hasil belajar siswa secara individu digunakan rumus dari Usman dan Setiawati (2001) yaitu dengan rumus:
Keterangan: N = nilai akhir


H.          Indikator Keberhasilan
Keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dapat dikatakan optimal dengan ketentuan sebagai berikut:
1.            Aktivitas guru dapat dikatakan baik apabila dalam pengelolaan pembelajaran guru mampu memberikan pengajaran dan bimbingan kepada siswa dalam memecahkan masalah, mendorong siswa untuk bertanya, membimbing siswa membuat penyelesaian masalah pada LKS dan soal-soal latihan serta membuat kesimpulan materi.
2.            Aktivitas siswa dikatakan baik apabila dalam pembelajaran siswa aktif membuat catatan, bekerjasama dengan anggota kelompoknya dalam penyelesaian masalah yang ada pada LKS, mengerjakan soal-soal latihan, mengajukan pertanyaan pada guru, memberi tanggapan atau jawaban, membuat kesimpulan materi.
3.            Bila hasil belajar siswa secara individu mendapat nilai 70 dan secara klasikal mencapai 80% dalam proses pembelajaran.








I.             Jadwal Penelitian
TABEL 3.2
Jadwal Penelitian



Tidak ada komentar:

Posting Komentar